Laman psikoread

Jumat, 01 Oktober 2010

Homoseksual

A. Pengertian 
Homoseksualitas merupakan salah satu penyimpangan perkembangan psikoseksual. Secara sederhana homoseksual dapat diartikan sebagai suatu kecenderungan yang kuat akan daya tarik erotis seseorang justru terhadap jenis kelamin yang sama. Istilah homoseksualitas lebih lazim digunakan bagi pria yang menderita penyimpangan ini, sedang bagi wanita, keadaan yang sama disebut “lesbian”.
Pada umumnya, cinta homoseksual wanita (lesbianisme) itu sangat mendalam, dan lebih hebat daripada cinta heteroseksual, sungguhpun pada relasi lesbian tersebut sering tidak diperoleh kepuasan seksual yang wajar. Cinta lesbian tadi biasanya juga lebih hebat-ganas daripada cinta homoseksual di antara kaum pria.
Homoseksualitas sudah terjadi sepanjang sejarah umat manusia. Reaksi berbagai bengsa diberbagai kurun waktu sejarah terhadap homoseksualitas ternyata berlainan. Banyak masyarakat memandang heteroseksualitas sebagai perilaku seksual yang wajar, sedangkan homoseksualitas secara tradisional dipandang sebagai gangguan mental.

B. Jenis-jenis Homoseksual
Coleman, Butcher dan Carson (1980) menggolongakan homoseksualitas ke dalam beberapa jenis:
  1. Homoseksual tulen. Jenis ini memenuhi gambaran stereotipik populer tentang lelaki yang keperemuan-perempuanan, atau sebaliknya perempuan yang kelaki-lakian. Sering juga kaum tranvestit atau “TV”, yakni orang yang suka mengenakan pakaian dan perilaku seperti lawan jenisnya. Bagi penderita yang memiliki kecenderungan homoseksual ini, daya tarik lawan jenis sama sekali tidak membuatnya terangsang, bahkan ia sama sekali tidak mempunyai minat seksual terhadap lawan jenisnya. Dalam kasus semacam ini, penderita akan impotensi / figriditas apabila ia memaksakan diri untuk mengadakan relasi seksual dengan lawan jenisnya.
  2. Homoseksual malu-malu, yakni kaum lelaki yang suka mendatangi wc-wc umum atau tempat-tempat mandi uap, terdorong oleh hasrat homoseksual namun tidak mampu dan tidak berani menjalin hubungan personal yang cukup intim dengan orang lain untuk mempraktikkan homoseksualitas.
  3. Homoseksual tersembunyi. Kelompok ini biasanya berasal dari kelas menengah dan memiliki status sosial yang mereka rasa perlu dilindungi dengan cara menyembunyikan homoseksulitas mereka. Homoseksualitas mereka biasanya hanya diketahui oleh sahabat-sahabat karib, kekasih mereka, atau orang lain tertentu yang jumlahnya sangat terbatas.
  4. Homoseksual situasional. Homoseksualitas jenis ini terjadi pada penderita hanya pada situasi yang mendesak dimana kemungkinan tidak mendapatkan partner lain jenis, sehingga tingkah lakunya timbul sebagai usaha menyalurkan dorongan seksualnya. Terdapat aneka jenis situasi yang dapat mendorong orang mempraktikkan homoseksualitas tanpa disertai komitmen yang mendalam, misalnya penjara dan medan perang. Akibatnya, biasanya mereka kembali mempraktikkan heteroseksualnya sesudah keluar dari situasi tersebut. Nilai tingkah laku ini dapat disamakan dengan tingkah laku onani atau masturbasi.
  5. Biseksual, yakni orang-orang ynang mempraktikkan baik homoseksualitas maupun heteroseksualitas sekaligus. Penderita homoseksualitas ini dapat mencapai kepuasan erotis optimal baik dengan sama jenis maupun dengan lawan jenis.
  6. Homoseksual mapan. Sebagian besar kaum homoseksual menerima homoseksualitas mereka, memenuhi aneka peran kemasyarakatan secara bertanggung jawab, dan mengikat diri dengan komunitas homoseksual setempat. Secara keseluruhan, kaum homoseksual tidak menunjukkan gejala gangguan kepribadian yang lebih dibandingkan kaum heteroseksual.
C. Ekspresi Homoseksual
Di sisi lain banyak psikiater yang percaya bahwa homoseksualitas dapat pula dibagi atas beberapa kategori, yaitu kategori aktif, pasif dan bergantian peranan.
  • Tipe aktif adalah tipe maskulin dimana pada relasi homoseksualitas tipe ini menunjukkan sikap aktif dan dalam sodomi, maka penetrasi penis dilakukan oleh tipe ini.
  • Tipe pasif sering lebih mengambil alih setiap pseudofeminin, dimana kemudian tipe ini justru menjadi tipe yang betul-betul menderita karena kebanyakan memiliki tubuh yang kewanita-wanitaan, walaupun tidak selalu demikian.
  • Sedangkan dalam kategori bergantian peranan, penderita kadang-kadang memerankan fungsi wanita, kadang-kadang jadi laki-laki.
D. Sebab-sebab Homoseksual
Faktor penyebab homoseksualitas bisa bermacam-macam, seperti karena kekurangan hormon lelaki selama masa pertumbuhan, karena mendapatkan pengalaman homoseksual yang menyenangkan pada masa remaja atau sesudahnya, karena memandang perilaku heteroseksual sebagai sesuatu yang aversif atau menakutkan/tidak menyenangkan, karena besar ditengah-tengah keluarga dimana ibu dominan sedangkan ayah lemah atau bahkan tidak ada.

Dalam Litelatur lain, banyak juga teori yang menjelaskan sebab-sebab homoseksualitas, antara lain ialah:
  1. Faktor herediter berupa ketidak imbangan hormon-hormon seks.
  2. Pengaruh lingkungan yang tidak baik/tidak menguntungkan bagi perkembangan kematangan seksual yang normal
  3. Seseorang selalu mencari kepuasan relasi homoseks, karena ia pernah menghayati pengalaman homoseksual yang menggairahkan pada masa remaja
  4. Atau, seorang anak laki-laki pernah mengalami pengalaman traumatis dengan ibunya, sehingga timbul kebencian/antipati terhadap ibunya dan semua wanita. Lalu muncul dorongan seks yang jadi menetap.
Panik homoseksual tidak terjadi pada orang yang tertarik pada masalah homoseksualitas. Keadaaan ini biasanya terjadi pada pasien dengan dorongan homoseksual laten yang kuat yang menyangkal menjadi homoseksual, tetapi yang mempunyai pengalaman yang mengarahkan seseorang dengan jenis kelamin yang sama adalah tertarik secara seksual padanya.

Panik homoseksual dapat terjadi jika pasien adalah impotent pada hubungan heteroseksual. Kadang-kadang jarang, tindakan seksual untuk menimbulkan orgasme, seperti masturbasi atau hubungan anal, dapat mensetuskan panik. Seringkali, pencetusan terjadi saat pasien dalam keadaan terintoksikasi alkohol atau obat lainnya. Situasi yang sering terjadi adalah barak militer dan asrama mahasiswa. Panik homoseksual adalah tidak normal, dan mungkin berhubungan dengan gangguan psikiatrik yang serius, seperti skizofrenia.

F. Psikoterapi 
Bersikaplah suportif dan tenang. Berikan pasien kesempatan untuk mengungkapkan secara emosional dan mengolah apa yang telah terjadi. Dokter yang mempunyai jenis kelamin yang sama dengan pasien tidak boleh terlihat terlalu akrab untuk menghindari kemungkinan pasien berpersepsi salah menganggapnya sebagai ketertarikan seksual.
Sedangkan untuk terapi obat, untuk kecamasan berat mungkin diperlukan benzodiazepin (sebagai contohnya, alprazoma [Xanax] 0,5 sampai 1 mg peroral atau lorazepam [Ativan] 1 sampai 2 mg peroral). Jika pasien psikotik, antipsikotik mungkin diindikasikan – sebagai contohnya, thiothixene (Navane), trifluoperazine (Stelazine), fluphenazine (Prolixin), atau haloperidol (Haldol), semuanya diberikan dengan dosis 5 mg peroral untuk jangka waktu singkat. Jika mungkin, hindari memberikan medikasi melalui injeksi, yang dapat dianggap sebagai penyerangan seksual.

DAFTAR PUSTAKA

Kartono, Kartini. Dr. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: CV. Mandar Maju, 1985.

Kusuma, Widjaja. Dr. Kedaruratan Psikiatrik Dalam Praktek. jakarta: Professional Book, 1997.

Supratiknya. A. Dr. Mengenal Perilaku Abnormal. Jogjakarta: Konisius, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar